Jumat, 31 Mei 2013

Dinamika Struktur Sosial Masyarakat pesisir dalam Ekosistem Pesisir

 Struktur Sosial Masyarakat Pesisir
Gambar. Dinamika sosio pesisir
 Masyarakat nelayan secara umum di Indonesia dalam tataran evolusi sosio-budaya berada pada perkembangan awal. Sukadana (1983), menyampaikan bahwa perubahan antroposere dalam kehidupan manusia ada enam tingkatan, mulai dari: food gather, hunting and fishing, pastoral nomad, agriculture, industry dan terakhir urban. Koentjaraningrat (1985) juga menggunakan pendekatan evolusi ini, yang dimulai dari: meramu, perikanan, dan kemudian pertanian (dari perladangan berpindah sampai ke pertanian menetap). Dengan demikian, perspektif evolusioner masih relevan digunakan sebagai dasar memahami dinamika masyarakat nelayan, apalagi dalam kehidupan masyarakat nelayan yang terikat habitat. Perkembangan masyarakat masa kini yang berada dalam abad informasi, tentu akan berinteraksi dengan lingkungan sosial luar secara intensif. Hal ini memberi konsekuensi teoretik, bahwa analisis dengan pendekatan teori sosiologi modern menjadi relevan digunakan untuk menelaah dinamika masyarakat nelayan. Sintesis teoretik antara para antropolog yang menggunakan pendekatan evolusioner dengan para sosiolog modern yang salah satu ruang kajiannya berdimensi struktural merupakan suatu upaya agar kita semakin memiliki alat analisis yang lebih memadai untuk menjelaskan perkembangan masyarakat dalam abad ini, jika mungkin untuk melakukan peramalan terhadap perubahan sosial di masa mendatang. Demikian pula, mengingat bahwa masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupannya masih sangat bergantung pada kondisi habitatnya, maka memadukan pendekatan ekosistem akan semakin menjadikan analisis ini dapat lebih kontekstual.



Selasa, 28 Mei 2013

Tradisi Masyarakat Pesisir

Beladiri dan Riwayat Jawara Pesisiran 
Gambar. Beladiri masyarakat pesisir

Silat dapat dimaknai sebagai seni. Silat juga merupakan salah satu wujud identitas kejawaraan dalam setting Tanjung Burung, Banten. Secara historis, desa Tanjung Burung ini sangat terkenal dengan tradisi pencak silat dan budaya kejawaraannya. Dalam sejarahnya, silat akrab dengan para jawara yang membela rakyat, terutama ketika melindungi hasil tangkapan ikan para nelayan dari ancaman pencurian. Namun demikian, silat juga akrab dengan kekerasan “gue akan bunuh turunan lu sampe yang paling kecil”. Sepenggal ungkapan Enyon (65 tahun) jawara aliran beksi. Ia tertarik untuk berlatih silat dan menjadi guru silat karena ada orang yang meneror dan mengancam keluarganya. Menurut Sarnubi (47), dari sinilah kemudian silat identik dengan kejawaraan.
Silat pesisiran Tanjung Burung memiliki karakter yang khas, karena mengalami akulturasi dengan budaya Betawi, Banten, dan China. Dari persinggungan tiga budaya tersebut, ada dua aliran silat yang cukup membumi yaitu Seliwa dan Beksi. Kata Seliwa berasal dari bahasa sunda yang berarti nyeliwa. Pergerakannya alami seperti orang berjalan. Seliwa juga dapat berarti tenaga yang bersilang. Misalnya dalam posisi kuda-kuda dengan kaki kanan dan tangan di depan; tumpu kekuatan tenaga ada di kaki kiri dan tangan kanan, ini juga sudah seliwa. Arah tenaga atau energi yang berlawanan. Arah yang hendak dituju juga dapat dimaknai sebagai seliwa, untuk mencapainya tidak langsung (lurus) ke sasaran namun berputar, Secara tidak langsung, melingkar atau ke bawah dulu baru ke atas, dan seterusnya. Tidak linier dan tidak satu arah tapi kaya akan berbagai kemungkinan arah.
Lain halnya dengan beksi, silat khas China ini, gerakan dan jurusnya murni kekuatan fisik dan kecepatan berpikir untuk melumpuhkan musuh. Menurut Bapak Enyon (65), guru silat beksi, Tanjung Burung:

Istilah Beksi berasal dari bahasa China yaitu “bek” berarti pertahanan dan “si” berarti empat. Sehingga Beksi berarti empat pertahanan. Dalam Beksi ada ada 9 formasi, 12 jurus dan 6 jurus kembangan yang harus dikuasai setiap jawara pesilat (Wawancara, 20 April 2012).

Lanjutnya, silat aliran Beksi ini adalah aliran silat yang paling berat dan tertutup untuk umum. Latihannya pun dilakukan pada pukul 19.00 sampai 01.00 dini hari, setiap harinya. Dalam aliran beksi ini ada 12 tingkatan. Karena aliran ini merupakan aliran silat yang cukup sulit, maka banyak murid dari bapak Enyon yang tidak sampai pada tingkat 12. Jika ada 20 murid, hanya 2 sampai 3 orang yang bisa sampai pada tingkat 12. Rata-rata muridnya hanya bertahan pada tingkat 1, 3 atau 5. Hal ini dikarenakan mereka tidak serius dalam berlatih baik secara mental maupun fisik.
Jurus-jurus dalam aliran silat beksi antara lain, janda berias (menyisir rambut), jandu renda (menggunakan tenaga dalam), dan teripang (seperti hewan laut teripang yang tak tahu ujungnya, antara kepala dan buntut serupa), bandrong (gerakan yang menggunakan kaki), jurus tancep (untuk melawan musuh), rompes (gerakan dengan menggunakan kepala, tangan, dan kaki), nunjang pisang (pukulan yang paling keras). Selain menggunakan kekuatan fisik, silat juga membutuhkan kekuatan magic untuk lebih melindungi pesilatnya, sang jawara.



Penulis: Abdur Rahman, Novitha S.D., dkk. dalam buku Sosiologi Pesisir, Penerbit Edukati.

Kamis, 23 Mei 2013

Sosiologi Pesisir, Sebuah Pengantar


Definisi sosiologi pesisir


Sosiologi pesisir secara semantik berasal dari dua kata sosiologi dan pesisir. Kedua konsep tersebut, secara terpisah mempunyai definisi yang saling mengait.
kehidupan sosial nelayan  pesisir
Istilah sosiologi pertama kali dimunculkan oleh Auguste Comte (1798-1857), tahun 1839 di dalam bukunya Cours de Philosophie Positive (
Sunarto, 2000; Narwoko dan Suyanto, 2006; Komarudin, 2011). Namun bila dirunut kebelakang embrio sosiologi sudah dimunculkan sejak abad 14 melalui pemikiran Ibnu Khaldun, seorang Sosiolog Muslim yang dikenal melalui bukunya Muqaddimah (Khaldun, 2000).Secara sederhana sosiologi berarti studi tentang masyarakat, tetapi dalam praktiknya sosiologi berarti studi tentang masyarakat dipandang dari satu segi tertentu
(Komarudin, 2011)Sejalan dengan pandangan komarudin, perkembangan sosiologi dewasa ini menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosial yang perlu ditanggulangi (Narwoko dan Suyanto, 2006). Hal itu juga dapat dilihat agar kajian sosiologi berujung pada berbagai kebijakan sosial (social policy) yang terkait dengan berbagai problem sosial yang ada di masyarakat kita.
Sementara itu, sosiologi pesisir merupakan cabang sosiologi yang mengkaji objek khusus yaitu masyarakat pesisir yang hidup dari sumber daya laut seperti nelayan, buruh, pembudidaya, dan sebagainya. Kemunculan sosiologi pesisir sebagai cabang sosiologi ini ditengarai karena kajian mengenai masyarakat pesisir dalam wacana sosiologi di Indonesia belum mendapat perhatian yang serius. Padahal pesisir dan masyarakatnya adalah ruang sosial yang signifikan. Keberadaannya penting lantaran fungsinya yang tidak sekedar sebagai area perhubungan (keluar masuk orang dan barang) maupun sebagai area penangkapan/pengumpulan, pengolahan, dan komersialisasi sumber daya laut (penangkapan ikan, budidaya tambak, dan industrialisasi ikan laut/ikan asin dan lain sebagainya), namun juga sebagai instrumen politik negara sebagai negara bahari. Dua fungsi tersebut pada kenyataannya memiliki konsekuensi logis dalam geliat kehidupan masyarakat pesisir.

Penulis: Muhammad Zid dalam buku Sosiologi Pesisir, Penerbit Edukati.